Kamis, 06 Juni 2013

Hubungan antara Iman, Ibadah dan Ilmu



Hubungan Antara Iman Ibadah dan AkhlakBAB I
PENDAHULUAN
Keyakinan  kepada Allah Swt harus merupakan ikatan yang kokoh yang tidak boleh dilepas atau dibuka begitu saja, karena bahayanya amat besar bagi kehidupan umat manusia. Orang yang tidak memiliki ikatan yang kokoh dengan tuhan, menyebabkan ia dengan mudah tergoda pada ikatan-ikatan lainnya yang membayakan.
Dewasa ini, pemahaman terhadap iman sering disalah artikan, mengucapkan dua kalimat sahadat lalu menjalankan rukun islam itu sudah lebih dari cukup, meskipun dalam kehidupan sehari-hari ia masih menjalankan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan oleh sari’at dan memiliki sifat yang-sifat yang tercela, baginya yang terpenting dia tidak pernah berpindah keagama lain
Seseorang yang mengaku dirinya beriman, tapi dalam kehidupan sehari-hari ia tidak bisa mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhannya apakah bisa dikatakan beriman? Oleh karena itu, pemahaman akan keimanan dan kosekuensi dari keimanan berupa ibadah-ibadah bagi seorang mulim itu sangat diperlukan. Disamping itu seorang mulsim juga harus mengetahui bagaimana hasil terhadap kehidupan sehari-hari yang diakibatkan dari keimanan yang diyakininya itu.
  
BAB II
PERMASALAHAN
Dari pendahuluan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
A.    Apa yang dimaksud dengan iman?
B.     Apa yang dimaksud dengan ibadah?
C.     Apa yang dimaksud dengan Akhlak?
D.    Bagaimana hubungan antara iman ibadah dan akhlak?

 BAB III
PEMBAHASAN
Hubungan antara iman akhlak dan ibadah
A.    Iman
1.      Pengertian iman
Menurut bahasa, iman berasal dari kata aamana-yu’minu-iimaanan yang memiliki arti kepercayaan, keyakinan.
Menurut istilah iman tidak hanya sekedar kepercayaan dan pengakuan, tetapi mencakup dimensi pengucapan dan perbuatan. Keyakinan dan pengakuan merupakan gerbang pertama keimanan. Keyakinan ini merupakan bentuk pengakuan sungguh-sungguh tentang kebenaran tentang adanya allah swt, selanjutnya diikuti oleh suatu pernyataan lisan dalam bentuk melafadzskan dua kalimat sahadat. Dua unsure keimanan ini lalu disempurnakan oleh yang ketiga, yaitu perbuatan(amal).[1]
2.      Rukun Iman
a.       Iman kepada Allah
Dalam hal ini meliputi empat aspek:
1)      Iman dengan wujud allah
Dalil beriman dengan wujud allah ini ada empat, yaitu fitrah, akal, syara’ dan hisyi atau kenyataan.[2]
Beriman secara fitrah dengan wujud Allah, yaitu bahwa setiap makhluk secara langsung berhubungan dengan adanya Allah tanpa didahului pemikiran dan pengajaran.
Beriman dengan dalil akal adalah mengakui adanya Allah melalui pemikiran terlebih dahulu. Dalam hal ini manusia(insan) memikirkan bahwa makhluk itu berawal dan berakhir, lahir dan mati, atau dengan kata lain bahwa sagala yang ada di alam ini, pasti ada yang menciptakannya, karena akal tidak dapat menerima bahwa makhluk tercipta dengan sendirinya atau secara kebetulan saja.
Beriman tentang adanya Allah melalui dalil-dalil syara’, yaitu mengakui atau percaya adanya Allah dengan perantaraan wahyu-wahyu yang telah disampaikan oleh para rasul kepada manusia.
Sedangkan bukti beriman kepada Allah secara hissy atau disebabkan karena kenyataan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu, Pertama, dikabulkannya doa orang-orang yang berdoa. Kedua, mukjizat para nabi dan rasul.
2)      Iman dengan Rububiyyah
          Yaitu mengakui dengan sepenuh hati bahwa hanya Allah satu-satunya pencipta, pengatur dan pemelihara ala mini tidak ada serikat bagi-Nya.
3)      Iman dengan Uluhiyyah(Ubudiyah)
Yaitu mengakui bahwa Allah satu-satunya tuhan Tuhan yang berhak disembah, tak ada Tuhan selain-Nya.
4)      Iman dengan nama-nama dan sifat-sifatnya.
          Yaitu meyakini bahwa Allah mempunyai sifat-sifat yang wajib, mustahil, dan harus, serta Allah memiliki nama-nama yang baik dan maha tinggi.
b.      Iman kepada malaikat
         Beriman kepada malaikat ialah mempercayai adanya sejenis makhluk yang dinamakan malaikat yang tidak pernah durhaka yang kepada Allah dan senantiasa melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya, dan secermat mungkin. Makhluk ini menjadi perantara antara Allah dan rasul-rasul-Nya dengan membawa wahyu kepada rasul-rasul tersebut.[3]
         Salah satu diantara ayat-ayat al-quran yang menjadi dalil tentang iman kepada malikat adalah dalam ayat 177 surat al-baqarah, yang artinya sebagai berikut:
”kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah(kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi”
         Malaikat yang wajib diimani jumlahnya banyak sekali, mereka ada dimana-mana sesuai dengan tugasnya masing-masing. Namun demikian hanya sepuluh malaikat saja yang wajib diketahui, yaitu:
1)      Malaikat jibril (Ruhul Amin atau Ruhul Qudus)
2)      Malaikat Mikail
3)      Malaikat Israfil
4)      Malaikat Izrail
5)      Malaikat Raqib
6)      Malaikat Atid
7)      Malaikat Munkar
8)      Malaikat Nakir
9)      Malaikat Malik
10)   Malikat Ridwan
c.       Iman kepada kitab-kitab Allah
         Kitab-kitab Allah adalah kitab suci yang  berisikan firman-firman Allah yang diberikan kepada umat manusia. Firman-firman Allah tersebut merupakan petunjuk Allah kepada manusia yang harus dijadikan pedoman, agar mereka dapat selamat hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kita diwajibkan mengimani seluruh kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul[4] sebagaimana firman  Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 285 yang artinya:
“Rasul( Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya..”
d.      Iman kepada rasul Allah
         Beriman kepada rasul Allah adalah mempercayai bahwa Allah telah memilih di antara manusia beberapa orang sebagai manusia pilihan untuk menjadi utusan dan wakilnya serta menjadi perantara antara Allah dengan hamba-Nya
Nabi Muhammad saw bersabda:
“Seutama-utama amal ialah iman kepada Allah dan rasul-Nya”(HR.Bukhari)
“Didirikan islam(Iman) atas lima sendi, mengakui keesaan Allah dan mengakui Muhammad pesuruh(utusan) Allah, mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan haji, dan puasa pada bulan ramadhan”(HR.Bukhari)
e.       Iman kepada  hari akhir
         Hari akhir adalah adanya hidup sesudah mati, ini sesuai dengan tujuan agama adalah satu yaitu mempercayai Allah dan mempercayai hari akhirat. oleh karena itu mati hanyalah pergantian sifat hidup dari fana kepada baqa atau dari dunia kepada akhirat, artinya setelah nyawa meninggalkan badan, ia tidak mati lagi tetapi telah mulai menginjak alam lain, yang lebih kekal yakni alam akhirat, diawali dengan kiamat, kemudian hari kebangkitan, padang mahsyar(timbangan), surge dan neraka.[5]
         Iman kepada hari akhir  adalah mempercayai bahwa sesudah adanya alam dunia ini masih ada alam yang kedua yaitu alam akhirat yang termasukdi dalamnya adanya hari pembalasan yang baik kepada orang yang beriman, dan memberikan siksaan kepada orang-orang yang berbuat berbuat dosa.[6]
f.       Iman kepada Qadha dan Qadar
         Secara bahasa kata al-qadaa’u bermakna ‘menyempurnakansuatu perkara, melaksanakan dan menyeleikannya’. Sedangkan qadar dari kata al-qadru yang berarti ‘kadar ukuran tertentu.
         Menurut istilah, sebagaimana dikemukakanoleh Muhammad akhmad bahwa qadha adalah ketentuan Allah sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang menyangkut mahkluknya. Sedangkan qadar adalah perwujudan dari qadha.
         Disamping itu maturidiah memberikan pengertian al-qadha ialah penciptaan yang mengacu pada pembentukan. Sedangkan al-qadar yaitu penakaran atau penentuan.
         Iman kepada qadha dan qadar merupakan hal pokok dalam akidah islam, sebaigaimana hadits-hadits rosullah berikut:
“iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, kepada maikat,kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari akhir, dan beriman kepada qadar baik maupun buruk” (HR.Muslim, Abu Daud at-turmudzi, dan an-Nasa’i)
“Iman kepada qadar adalah ketentuan tauhid”.(HR. ad-Dailami)
3.      Konsep Iman
        Konsep iman adalah  pokok yang mendasari keseluruhan pemikiran tentang keyakinan dan kepercayaan dalam hal-hal keagamaan.
Konsep iman yang dikemukakan oleh aliran-aliran yang ada dalam teologi islam kesemuanya memiliki perbedaan, meskipun terdapat sedikit persamaan. Berikut akan di jelaskan konsep iman pada tiap aliran-aliran tersebut[7]
a.       Konsep iman menurut asy’ariah
         Asy;ariah berpendapat bahwasanya akal manusia tidak dapat sampai kepada kewajiban mengetahui tuhan. Dan manusia mengetahuinya melalui wahyu. Menurut mereka iman ialah at-tasdiqu billah, yaitu membenarkan kabar tentang adanya Allah. Dalam batasan lengkapnya, iman ialah pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan Allah dan tentang kebenaran rasul serta segala apa yang yang mereka bawa. Menurut mereka iman bukan ma-rifat atau amal.
b.      Konsep iman menurut mu’tazilah
         Mu’tazilah berpendapat bawa akal manusia bisa sampai mengetahui kepada kewajiban mengetahui tuhan. Menirut mereka iman bukanlah tads(membenarkan) tetapi amal yang timbul akibat dari mengetahui tuhan. Menurut mereka iman bukan hanya dengan pengakuan dan ucapan lisan, tetapi juga direalisasikan oleh perbuatan-perbuatan.
c.       Konsep iman menurut maturidiah Bukhara
         Sama halnya dengan asy’ariah, maturidiah Bukhara berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa sampai  kewajiban mengrtahui tuhan. Menurut merka iman tidak bisa mengambil bentuk ma’rifah atau amal, tetapi haruslah merupakan tads. Dan menurut mereka iman adalah kuncimasuk surge dan amal akan menentukan tingkatan yang akan dimasuki seseorang dalam surge.
d.      Konsep menurut maturidiah Samarkand
         Maturidiah samarkand sependapat dengan mu’tazilah, bahwa akal manusia akan sampai mengetahui tuhann dan iman bukanlah hanya sekedar tads malainkan ma’rifah atau amal
B.     Akhlak
1.      Pengertian akhlak
        Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa arab, jama dari khuluqun artinya perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mempunyai persamaan dengan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang artinya pencipta, makhluk yang artinya yang diciptakan.[8]
        Sedangkan secara terminologi, akhlak didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a.       Menurut prof. Dr. Muhammad Amin, akhlak adalah segla sesuatu kehendak yang terbiasa dilakukan.
b.      Menurut ibnu maskawih, akhlak adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan.
c.       Menurut al-Gazali, akhlak adalah segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian akhlak adalah suatu perbuatan sebagai sebuah kebiasaan yang berpangkal dari dalam hati, jiwa dan kehendak yang timbul secara spontan.
2.      Unsur-unsur akhlak
        Dari pemaknaan kata akhlak, paling tidak ditemukan dua unsur  utama di dalamnya yakni keadaan jiwa di satu sisi dan perilaku nyata yang lahir dari keadaan jiwa ini pada sisi lain, yang keduanya saling berkaitan dan tak terpisahkan. Tegasnya antara keadaan jiwa dan perilaku nyata tidak dapat dipisahkan, bahkan, bahkan keadaan jiwa ini dapat pula untuk nama perbuatan tersebut, sehingga perbuatan itu sendiri pada prinsipnya merupakan keadaan jiwa sebagai sumber perbuatan tersebut.[9]
3.      Akhlak dalam Perspektif Islam
        Setiap manusia telah dianugrahkan oleh Allah akhlak potensial agar dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari melalui usaha-usaha sesuai dengan syariat islam.
Jadi, akhlak atau perilaku dalam perspektif islam tidak lain adalah perilaku akhlak actual yang hidup dalam diri seseorang setelah adanya upaya terus menerus menumbuh kembangkan perilaku akhlak potensial yang telah Allah Swt anugrahkan kepadanya, sehingga ia hadir dalam bentuk tindakan-tindakan nyata.[10]
C.    Ibadah
1.      Pengertian Ibadah
        Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri, ketundukan dan kepatuhan
Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.[11] Definisi itu antara lain adalah:
a.       Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
b.      Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
c.       Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
2.      Pembagian Ibadah[12]
a.       Ibadah hati
Contohnya rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati)
b.      Ibadah lisan
Seperti tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
c.       Ibadah anggota badah
Dalam hal ini seperti shalat, zakat, haji, dan jihad ini disebut ibadah badaniyah
Qalbiyah (fisik Dan hati).
 Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah).
3.      Syarat-syarat Diterimanya Ibadah[13]
a.       Niat Mesti Betul
b.      Perlaksanaan Mengikut Peraturan Syariat
c.       Perkara/Subjek mesti Dibolehkan oleh Syariat
d.      Natijahnya[14] memberi Manfaat
e.       Tidak Meninggalkan Ibadah Asas
D.    Hubungan Antara Iman Ibadah dan Akhlak
1.      Hubungan antara iman dan ibadah
          Seseorang dapat dikatakan muslim, apabila telah mengucapkan dua kalimat sahadat. keimanan yang baik dan benar haruslah diwujudkan dengan amaliah yang sesuai dengan hukum-hukum Allah. Iman tanpa diiringi dengan amaliyah tidak bernilai dan kosong. Pelaksaan hukum Allah berarti telah melaksanakan semua rukun islam yang lain serta rukun iman yang enam. Iman memang diucapkan dengan lidah tetapi harus ditasydiqkan di dalam hati serta dibuktikan dengan perbuatan dalam bentuk amal saleh atau ibadah.[15]
        Pada sisi lain,  antara iman dan ibadah terdapat hubungan timbal balik, yakni makin kuat iman seseorang semakin kuat dan tinggi frekuensi ibadahnya. Demikian pula sebaliknya apabila semakin baik dan sempurna ibadah yang dilakukan seseorang, maka semakinmantap keimanan didalam dirinya.[16]
2.      Hubungan Iman dengan akhlak
Keterkaitan iman dan akhlak dapat diliha melalui beberapa analsis sebagai berikut:[17]
a.       Dilihat dari segi objek bahasannya
         Sebagaimana diuraikan sebelumnya, iman membahas masalah tuhan, baik dari Zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia, sehingga perbuatan manusia menjadi ikhlas dan keikhlasan ini merupakan slah satu akhlak yang mulia’
Allah Swt berfirman:
Artinya: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas mentaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat dan  yang itulah agama yang lurus”(QS.Al-Bayyinah:5)
b.      Dilihat dari segi fungsinya
         Iman menghendaki seseorang tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman dan dalil-dalinya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh tehadap subjek yang ada dalam rukun iman itu. jika kita memiliki sifat-sifat mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat tuhan itu. Misalnya meniru sifat Ar-Rahman, Ar-Rahim.
3.      Hubungan Iman Ibadah dan Akhlak
        Iman ibadah dan akhlak juga memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat).[18] Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseoarang (misal shalat makin khusu’, mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah). Dan kuantitasnya ( misal menambah shalat wajib dengan shalat sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah dan mempertebal iman seseorang, makin mngurangi dan mempertipis, bahkan dapat menghilangkan kualitas iman seseorang kepada Allah SWT.
Pelaksanaan ibadah yang dilandasi iman yang kuat memberikan dampak positif terhadap sikap dan perilaku  atau akhlak seorang muslim
Allah berfirman :
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut 45)
        Shalat itu mengandung dua hikmah, yaitu dapat menjadi pencegah diri dari perbuatan keji dan perbuatan munkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat menghindarinya. sehingga seeorang akan tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah. Dengan demikianlah sangat erat hubungan dan saling mempengaruhi antara iman dengan ibadah kepada Allah SWT dalam mempengaruhi akhlak seseorang.


BAB IV
.KESIMPULAN
Menurut bahasa, iman berasal dari kata aamana-yu’minu-iimaanan yang memiliki arti kepercayaan, keyakinan.
          Menurut istilah iman tidak merupakan mempercayai dengan hati dirnyataan dengan lisan Dan amalkan dalam bentuk perbuatan(amal) Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa arab, jama dari khuluqun artinya perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mempunyai persamaan dengan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang artinya pencipta, makhluk yang artinya yang diciptakan.
          Sedangkan secara terminologi, akhlak adalah suatu perbuatan sebagai sebuah kebiasaan yang berpangkal dari dalam hati, jiwa dan kehendak yang timbul secara spontan.
          Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri, ketundukan dan kepatuhan. Sedangkan menurut syara’ (terminologi),  Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
          Iman ibadah dan akhlak juga memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat).[19] Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseoarang (misal shalat makin khusu’, mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah). Dan kuantitasnya ( misal menambah shalat wajib dengan shalat sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah dan mempertebal iman seseorang, makin mngurangi dan mempertipis, bahkan dapat menghilangkan kualitas iman seseorang kepada Allah SWT.
          Pelaksanaan ibadah yang dilandasi iman yang kuat memberikan dampak positif terhadap sikap dan perilaku  atau akhlak seorang muslim
    
DAFTAR PUSTAKA
Nurasmawi, 2011, Aqidah Ahklak, Pekanbaru:Yayasan Pustaka Riau
Amril.M, 2007, Akhlak Tasawuf, Pekanbaru:Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P
Saputra, Thoyid sah dan Wahyudin, 2007, Akidah Akhlak madrasah aliyah, Semarang:Karya Toha Putra
Rusli,Nasrun, dkk, 1997, Aqidah Akhlak I, Pekanbaru:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Mustadjib, dkk.1998, Aqidah Akhlak II,  Pekanbaru:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Atang, Abd. Hakim dan Mubarak, Jaih,2008,  Metodologi Studi Islam, Bandung: PT.RosdaKarya
http://almanhaj.or.id/content/2267/slash/0 jam 12 06 pm tgl 21 1prl 2012
http://asoib001.tripod.com/5Syarat2Ibadah.htm




[1]Atang, Abd dan Mubarak,Jaih,Metodologi studi Islam, Bandung:PT.Rosda Karya, 2008, h. 113.
[2] Nurasmawi, Aqidah Akhlak(Pekanbaru:Yayasan Pusaka Riau), h.12
[3]Ibid, h 16
[4]Toyib syahputra dan wahyudin, Aqidah akhlak (semarang:Karya Toha Putra), h. 110
[5] Nasrun rusli, dkk, Aqidah akhlak I (Jakarta:Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam) h.107
[6]Nurasmawi,Op.Cit, h. 28
[7] Mustadjib, dkk aqidah akhlak II (Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam),h 116
[8] Maksud pengertian akhlak disini adalah adanya hubungan antara khalik dengan makhluk secara vertical dah hubungan antara makhluk dengan makhluk secara horizontal
[9] Amril M, Aklak Tasawuf(Pekanbaru:Program Pasca Sarjana UIN SUSKA RIAU), h. 6
[10] Ibid, h.5
[11]  www. almanhaj.or.id, Yazid bin Abdul Qadir Jawas,Pengertian Ibadah dalam Islam, 21/04/l 2012, 12:06
[12] Ibid
[13] www.asoib001.tripod.com,5Syarat2Ibadah.htm,21/04/2004,20:37
[14] Hasil usaha seseorang
[15] Nurasmawi, op.cit, h.32
[16] Ibid, h. 33
[17] Toyib sah putra dan wahyudin, Op.Cit, h.38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar