Hubungan
Antara Iman Ibadah dan AkhlakBAB I
PENDAHULUAN
Keyakinan kepada Allah Swt harus merupakan ikatan yang
kokoh yang tidak boleh dilepas atau dibuka begitu saja, karena bahayanya amat
besar bagi kehidupan umat manusia. Orang yang tidak memiliki ikatan yang kokoh
dengan tuhan, menyebabkan ia dengan mudah tergoda pada ikatan-ikatan lainnya
yang membayakan.
Dewasa
ini, pemahaman terhadap iman sering disalah artikan, mengucapkan dua kalimat
sahadat lalu menjalankan rukun islam itu sudah lebih dari cukup, meskipun dalam
kehidupan sehari-hari ia masih menjalankan perbuatan-perbuatan yang tidak
dibenarkan oleh sari’at dan memiliki sifat yang-sifat yang tercela, baginya yang
terpenting dia tidak pernah berpindah keagama lain
Seseorang
yang mengaku dirinya beriman, tapi dalam kehidupan sehari-hari ia tidak bisa
mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhannya apakah bisa dikatakan
beriman? Oleh karena itu, pemahaman akan keimanan dan kosekuensi dari keimanan
berupa ibadah-ibadah bagi seorang mulim itu sangat diperlukan. Disamping itu
seorang mulsim juga harus mengetahui bagaimana hasil terhadap kehidupan
sehari-hari yang diakibatkan dari keimanan yang diyakininya itu.
BAB II
PERMASALAHAN
Dari
pendahuluan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah, yaitu:
A. Apa yang dimaksud dengan iman?
B. Apa yang dimaksud dengan ibadah?
C. Apa yang dimaksud dengan Akhlak?
D. Bagaimana hubungan antara iman ibadah
dan akhlak?
BAB III
PEMBAHASAN
Hubungan antara iman
akhlak dan ibadah
A.
Iman
1.
Pengertian iman
Menurut
bahasa, iman berasal dari kata aamana-yu’minu-iimaanan
yang memiliki arti kepercayaan, keyakinan.
Menurut
istilah iman tidak hanya sekedar kepercayaan dan pengakuan, tetapi mencakup
dimensi pengucapan dan perbuatan. Keyakinan dan pengakuan merupakan gerbang
pertama keimanan. Keyakinan ini merupakan bentuk pengakuan sungguh-sungguh
tentang kebenaran tentang adanya allah swt, selanjutnya diikuti oleh suatu
pernyataan lisan dalam bentuk melafadzskan dua kalimat sahadat. Dua unsure
keimanan ini lalu disempurnakan oleh yang ketiga, yaitu perbuatan(amal).[1]
2.
Rukun Iman
a. Iman kepada Allah
Dalam
hal ini meliputi empat aspek:
1) Iman dengan wujud allah
Dalil beriman dengan wujud allah ini ada empat,
yaitu fitrah, akal, syara’ dan hisyi atau kenyataan.[2]
Beriman secara fitrah dengan wujud Allah, yaitu
bahwa setiap makhluk secara langsung berhubungan dengan adanya Allah tanpa
didahului pemikiran dan pengajaran.
Beriman dengan dalil akal adalah mengakui adanya
Allah melalui pemikiran terlebih dahulu. Dalam hal ini manusia(insan) memikirkan bahwa makhluk itu
berawal dan berakhir, lahir dan mati, atau dengan kata lain bahwa sagala yang
ada di alam ini, pasti ada yang menciptakannya, karena akal tidak dapat
menerima bahwa makhluk tercipta dengan sendirinya atau secara kebetulan saja.
Beriman tentang adanya Allah melalui dalil-dalil
syara’, yaitu mengakui atau percaya adanya Allah dengan perantaraan wahyu-wahyu
yang telah disampaikan oleh para rasul kepada manusia.
Sedangkan bukti beriman kepada Allah secara hissy
atau disebabkan karena kenyataan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu, Pertama, dikabulkannya doa orang-orang
yang berdoa. Kedua, mukjizat para
nabi dan rasul.
2) Iman dengan Rububiyyah
Yaitu mengakui dengan sepenuh hati
bahwa hanya Allah satu-satunya pencipta, pengatur dan pemelihara ala mini tidak
ada serikat bagi-Nya.
3) Iman dengan Uluhiyyah(Ubudiyah)
Yaitu
mengakui bahwa Allah satu-satunya tuhan Tuhan yang berhak disembah, tak ada
Tuhan selain-Nya.
4)
Iman
dengan nama-nama dan sifat-sifatnya.
Yaitu meyakini bahwa Allah mempunyai
sifat-sifat yang wajib, mustahil, dan harus, serta Allah memiliki nama-nama
yang baik dan maha tinggi.
b.
Iman
kepada malaikat
Beriman kepada malaikat ialah
mempercayai adanya sejenis makhluk yang dinamakan malaikat yang tidak pernah
durhaka yang kepada Allah dan senantiasa melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya dengan sebaik-baiknya, dan secermat mungkin. Makhluk ini menjadi
perantara antara Allah dan rasul-rasul-Nya dengan membawa wahyu kepada
rasul-rasul tersebut.[3]
Salah satu diantara ayat-ayat al-quran
yang menjadi dalil tentang iman kepada malikat adalah dalam ayat 177 surat
al-baqarah, yang artinya sebagai berikut:
”kebajikan itu bukanlah
menghadapkan wajahmu kea rah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah(kebajikan)
orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
dan nabi”
Malaikat yang wajib diimani jumlahnya
banyak sekali, mereka ada dimana-mana sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Namun demikian hanya sepuluh malaikat saja yang wajib diketahui, yaitu:
1)
Malaikat
jibril (Ruhul Amin atau Ruhul Qudus)
2)
Malaikat
Mikail
3)
Malaikat
Israfil
4)
Malaikat
Izrail
5)
Malaikat
Raqib
6)
Malaikat
Atid
7)
Malaikat
Munkar
8)
Malaikat
Nakir
9)
Malaikat
Malik
10)
Malikat Ridwan
c.
Iman
kepada kitab-kitab Allah
Kitab-kitab Allah adalah kitab suci
yang berisikan firman-firman Allah yang
diberikan kepada umat manusia. Firman-firman Allah tersebut merupakan petunjuk
Allah kepada manusia yang harus dijadikan pedoman, agar mereka dapat selamat
hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kita diwajibkan mengimani seluruh
kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul[4]
sebagaimana firman Allah swt dalam surat
Al-Baqarah ayat 285 yang artinya:
“Rasul(
Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya..”
d. Iman kepada rasul Allah
Beriman kepada rasul Allah adalah
mempercayai bahwa Allah telah memilih di antara manusia beberapa orang sebagai
manusia pilihan untuk menjadi utusan dan wakilnya serta menjadi perantara
antara Allah dengan hamba-Nya
Nabi
Muhammad saw bersabda:
“Seutama-utama amal
ialah iman kepada Allah dan rasul-Nya”(HR.Bukhari)
“Didirikan islam(Iman)
atas lima sendi, mengakui keesaan Allah dan mengakui Muhammad pesuruh(utusan)
Allah, mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan haji, dan puasa pada
bulan ramadhan”(HR.Bukhari)
e.
Iman
kepada hari akhir
Hari akhir adalah adanya hidup sesudah
mati, ini sesuai dengan tujuan agama adalah satu yaitu mempercayai Allah dan
mempercayai hari akhirat. oleh karena itu mati hanyalah pergantian sifat hidup
dari fana kepada baqa atau dari dunia kepada akhirat, artinya setelah nyawa
meninggalkan badan, ia tidak mati lagi tetapi telah mulai menginjak alam lain,
yang lebih kekal yakni alam akhirat, diawali dengan kiamat, kemudian hari
kebangkitan, padang mahsyar(timbangan), surge dan neraka.[5]
Iman kepada hari akhir adalah mempercayai bahwa sesudah adanya alam
dunia ini masih ada alam yang kedua yaitu alam akhirat yang termasukdi dalamnya
adanya hari pembalasan yang baik kepada orang yang beriman, dan memberikan
siksaan kepada orang-orang yang berbuat berbuat dosa.[6]
f.
Iman
kepada Qadha dan Qadar
Secara bahasa kata al-qadaa’u bermakna
‘menyempurnakansuatu perkara, melaksanakan dan menyeleikannya’. Sedangkan qadar
dari kata al-qadru yang berarti ‘kadar ukuran tertentu.
Menurut istilah, sebagaimana
dikemukakanoleh Muhammad akhmad bahwa qadha adalah ketentuan Allah sejak zaman
azali tentang segala sesuatu yang menyangkut mahkluknya. Sedangkan qadar adalah
perwujudan dari qadha.
Disamping itu maturidiah memberikan
pengertian al-qadha ialah penciptaan yang mengacu pada pembentukan. Sedangkan
al-qadar yaitu penakaran atau penentuan.
Iman kepada qadha dan qadar merupakan
hal pokok dalam akidah islam, sebaigaimana hadits-hadits rosullah berikut:
“iman
itu ialah engkau beriman kepada Allah, kepada maikat,kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan kepada hari akhir, dan beriman kepada qadar baik maupun
buruk” (HR.Muslim, Abu Daud at-turmudzi, dan
an-Nasa’i)
“Iman
kepada qadar adalah ketentuan tauhid”.(HR.
ad-Dailami)
3. Konsep
Iman
Konsep iman adalah pokok yang mendasari keseluruhan pemikiran
tentang keyakinan dan kepercayaan dalam hal-hal keagamaan.
Konsep iman yang
dikemukakan oleh aliran-aliran yang ada dalam teologi islam kesemuanya memiliki
perbedaan, meskipun terdapat sedikit persamaan. Berikut akan di jelaskan konsep
iman pada tiap aliran-aliran tersebut[7]
a.
Konsep
iman menurut asy’ariah
Asy;ariah berpendapat bahwasanya akal
manusia tidak dapat sampai kepada kewajiban mengetahui tuhan. Dan manusia
mengetahuinya melalui wahyu. Menurut mereka iman ialah at-tasdiqu billah, yaitu
membenarkan kabar tentang adanya Allah. Dalam batasan lengkapnya, iman ialah
pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan Allah dan tentang kebenaran rasul serta
segala apa yang yang mereka bawa. Menurut mereka iman bukan ma-rifat atau amal.
b.
Konsep
iman menurut mu’tazilah
Mu’tazilah berpendapat bawa akal
manusia bisa sampai mengetahui kepada kewajiban mengetahui tuhan. Menirut
mereka iman bukanlah tads(membenarkan)
tetapi amal yang timbul akibat dari mengetahui tuhan. Menurut mereka iman bukan
hanya dengan pengakuan dan ucapan lisan, tetapi juga direalisasikan oleh
perbuatan-perbuatan.
c.
Konsep
iman menurut maturidiah Bukhara
Sama halnya dengan asy’ariah,
maturidiah Bukhara berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa sampai kewajiban mengrtahui tuhan. Menurut merka
iman tidak bisa mengambil bentuk ma’rifah atau amal, tetapi haruslah merupakan tads. Dan menurut mereka iman adalah
kuncimasuk surge dan amal akan menentukan tingkatan yang akan dimasuki
seseorang dalam surge.
d.
Konsep
menurut maturidiah Samarkand
Maturidiah samarkand sependapat dengan
mu’tazilah, bahwa akal manusia akan sampai mengetahui tuhann dan iman bukanlah
hanya sekedar tads malainkan ma’rifah
atau amal
B.
Akhlak
1. Pengertian
akhlak
Secara etimologi, akhlak berasal dari
bahasa arab, jama dari khuluqun artinya
perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mempunyai persamaan dengan
khalqun yang berarti kejadian, serta
erat hubungannya dengan khaliq yang
artinya pencipta, makhluk yang
artinya yang diciptakan.[8]
Sedangkan secara terminologi, akhlak didefinisikan
oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a.
Menurut
prof. Dr. Muhammad Amin, akhlak adalah segla sesuatu kehendak yang terbiasa
dilakukan.
b.
Menurut
ibnu maskawih, akhlak adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan.
c. Menurut al-Gazali, akhlak adalah segala
sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan
dan tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pengertian akhlak adalah suatu perbuatan sebagai sebuah
kebiasaan yang berpangkal dari dalam hati, jiwa dan kehendak yang timbul secara
spontan.
2. Unsur-unsur
akhlak
Dari pemaknaan kata akhlak, paling tidak
ditemukan dua unsur utama di dalamnya
yakni keadaan jiwa di satu sisi dan perilaku nyata yang lahir dari keadaan jiwa
ini pada sisi lain, yang keduanya saling berkaitan dan tak terpisahkan.
Tegasnya antara keadaan jiwa dan perilaku nyata tidak dapat dipisahkan, bahkan,
bahkan keadaan jiwa ini dapat pula untuk nama perbuatan tersebut, sehingga
perbuatan itu sendiri pada prinsipnya merupakan keadaan jiwa sebagai sumber
perbuatan tersebut.[9]
3. Akhlak
dalam Perspektif Islam
Setiap manusia telah dianugrahkan oleh
Allah akhlak potensial agar dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari melalui
usaha-usaha sesuai dengan syariat islam.
Jadi, akhlak
atau perilaku dalam perspektif islam tidak lain adalah perilaku akhlak actual
yang hidup dalam diri seseorang setelah adanya upaya terus menerus menumbuh
kembangkan perilaku akhlak potensial yang telah Allah Swt anugrahkan kepadanya,
sehingga ia hadir dalam bentuk tindakan-tindakan nyata.[10]
C.
Ibadah
1. Pengertian
Ibadah
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri, ketundukan
dan kepatuhan
Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai
banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.[11]
Definisi itu antara lain adalah:
a.
Ibadah adalah taat kepada Allah
dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
b.
Ibadah adalah merendahkan diri
kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai
dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
c.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup
seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan
atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi
yang paling lengkap.
2. Pembagian
Ibadah[12]
a.
Ibadah hati
Contohnya rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah
(cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah
ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati)
b.
Ibadah lisan
Seperti tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan
lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
c.
Ibadah anggota badah
Dalam hal ini seperti shalat, zakat,
haji, dan jihad ini disebut ibadah badaniyah
Qalbiyah (fisik Dan hati).
Ibadah inilah yang
menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku
tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi
rizki Yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat:
56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan
jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza
wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka
barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia
adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah).
3. Syarat-syarat Diterimanya Ibadah[13]
a.
Niat
Mesti Betul
b.
Perlaksanaan
Mengikut Peraturan Syariat
c.
Perkara/Subjek
mesti Dibolehkan oleh Syariat
d.
Natijahnya[14] memberi Manfaat
e.
Tidak
Meninggalkan Ibadah Asas
D.
Hubungan
Antara Iman Ibadah dan Akhlak
1. Hubungan antara iman dan ibadah
Seseorang
dapat dikatakan muslim, apabila telah mengucapkan dua kalimat sahadat. keimanan
yang baik dan benar haruslah diwujudkan dengan amaliah yang sesuai dengan
hukum-hukum Allah. Iman tanpa diiringi dengan amaliyah tidak bernilai dan kosong.
Pelaksaan hukum Allah berarti telah melaksanakan semua rukun islam yang lain
serta rukun iman yang enam. Iman memang diucapkan dengan lidah tetapi harus
ditasydiqkan di dalam hati serta dibuktikan dengan perbuatan dalam bentuk amal
saleh atau ibadah.[15]
Pada
sisi lain, antara iman dan ibadah
terdapat hubungan timbal balik, yakni makin kuat iman seseorang semakin kuat
dan tinggi frekuensi ibadahnya. Demikian pula sebaliknya apabila semakin baik
dan sempurna ibadah yang dilakukan seseorang, maka semakinmantap keimanan
didalam dirinya.[16]
2. Hubungan Iman dengan akhlak
Keterkaitan iman dan akhlak dapat diliha melalui beberapa
analsis sebagai berikut:[17]
a.
Dilihat dari segi objek bahasannya
Sebagaimana
diuraikan sebelumnya, iman membahas masalah tuhan, baik dari Zat, sifat dan
perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan
menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia,
sehingga perbuatan manusia menjadi ikhlas dan keikhlasan ini merupakan slah
satu akhlak yang mulia’
Allah Swt berfirman:
Artinya: “Padahal
mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas mentaati-Nya semata-mata
karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan
zakat dan yang itulah agama yang lurus”(QS.Al-Bayyinah:5)
b.
Dilihat dari segi fungsinya
Iman
menghendaki seseorang tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman dan
dalil-dalinya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu
meniru dan menyontoh tehadap subjek yang ada dalam rukun iman itu. jika kita
memiliki sifat-sifat mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru
sifat-sifat tuhan itu. Misalnya meniru sifat Ar-Rahman, Ar-Rahim.
3. Hubungan Iman Ibadah dan Akhlak
Iman
ibadah dan akhlak juga memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat).[18]
Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang
tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseoarang (misal shalat makin khusu’,
mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah). Dan kuantitasnya ( misal
menambah shalat wajib dengan shalat sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah
dan mempertebal iman seseorang, makin mngurangi dan mempertipis, bahkan dapat
menghilangkan kualitas iman seseorang kepada Allah SWT.
Pelaksanaan ibadah yang dilandasi iman yang kuat memberikan
dampak positif terhadap sikap dan perilaku atau akhlak seorang muslim
Allah berfirman :
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut 45)
Shalat
itu mengandung dua hikmah, yaitu dapat menjadi pencegah diri dari perbuatan
keji dan perbuatan munkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari
kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat
menghindarinya. sehingga seeorang akan tunduk dan patuh kepada aturan-aturan
Allah. Dengan demikianlah sangat erat hubungan dan saling mempengaruhi antara
iman dengan ibadah kepada Allah SWT dalam mempengaruhi akhlak seseorang.
BAB IV
.KESIMPULAN
Menurut
bahasa, iman berasal dari kata aamana-yu’minu-iimaanan
yang memiliki arti kepercayaan, keyakinan.
Menurut istilah iman tidak merupakan
mempercayai dengan hati dirnyataan dengan lisan Dan amalkan dalam bentuk perbuatan(amal)
Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa arab, jama dari khuluqun artinya perangai, tingkah laku
atau tabiat. Kalimat tersebut mempunyai persamaan dengan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang artinya pencipta, makhluk yang artinya yang diciptakan.
Sedangkan secara terminologi, akhlak
adalah suatu perbuatan sebagai sebuah kebiasaan yang berpangkal dari dalam
hati, jiwa dan kehendak yang timbul secara spontan.
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri, ketundukan
dan kepatuhan. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), Ibadah
adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
Iman
ibadah dan akhlak juga memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat).[19]
Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang
tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseoarang (misal shalat makin khusu’,
mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah). Dan kuantitasnya ( misal
menambah shalat wajib dengan shalat sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah
dan mempertebal iman seseorang, makin mngurangi dan mempertipis, bahkan dapat
menghilangkan kualitas iman seseorang kepada Allah SWT.
Pelaksanaan
ibadah yang dilandasi iman yang kuat memberikan dampak positif terhadap sikap
dan perilaku atau akhlak seorang muslim
DAFTAR PUSTAKA
Nurasmawi, 2011, Aqidah Ahklak, Pekanbaru:Yayasan Pustaka
Riau
Amril.M,
2007, Akhlak Tasawuf,
Pekanbaru:Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P
Saputra,
Thoyid sah dan Wahyudin, 2007, Akidah
Akhlak madrasah aliyah, Semarang:Karya Toha Putra
Rusli,Nasrun,
dkk, 1997, Aqidah Akhlak I,
Pekanbaru:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Mustadjib,
dkk.1998, Aqidah Akhlak II, Pekanbaru:Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam
Atang,
Abd. Hakim dan Mubarak, Jaih,2008, Metodologi Studi Islam, Bandung:
PT.RosdaKarya
http://almanhaj.or.id/content/2267/slash/0
jam 12 06 pm tgl 21 1prl 2012
http://asoib001.tripod.com/5Syarat2Ibadah.htm
[1]Atang, Abd dan
Mubarak,Jaih,Metodologi studi Islam,
Bandung:PT.Rosda Karya, 2008, h. 113.
[2] Nurasmawi, Aqidah Akhlak(Pekanbaru:Yayasan Pusaka
Riau), h.12
[5] Nasrun
rusli, dkk, Aqidah akhlak I (Jakarta:Direktorat
jenderal pembinaan kelembagaan agama islam) h.107
[6]Nurasmawi,Op.Cit, h. 28
[7] Mustadjib, dkk aqidah akhlak II (Jakarta:Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam),h 116
[8] Maksud
pengertian akhlak disini adalah adanya hubungan antara khalik dengan makhluk
secara vertical dah hubungan antara makhluk dengan makhluk secara horizontal
[9] Amril M, Aklak Tasawuf(Pekanbaru:Program Pasca
Sarjana UIN SUSKA RIAU), h. 6
[10] Ibid, h.5
[11] www. almanhaj.or.id, Yazid bin Abdul Qadir Jawas,Pengertian Ibadah dalam Islam, 21/04/l 2012, 12:06
[12] Ibid
[13] www.asoib001.tripod.com,5Syarat2Ibadah.htm,21/04/2004,20:37
[16] Ibid, h. 33
[18]http://jumadiacmilannaruto.blogspot.com/2011/11/hubungan-iman-dengan-ibadah-dan-etika.html,
jumadi madi. 21/04/2012, 21:37
[19]http://jumadiacmilannaruto.blogspot.com/2011/11/hubungan-iman-dengan-ibadah-dan-etika.html,
jumadi madi. 21/04/2012, 21:37